MAKASSAR, iNews.id - Fenomena meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di berbagai sektor, baik formal maupun informal, menjadi kenyataan yang tak terbantahkan dalam masyarakat modern, termasuk di Indonesia. Dari buruh pabrik, tenaga kerja wanita (TKW), guru, perawat, pegawai negeri, hingga pengusaha, perempuan kini memainkan peran penting dalam roda ekonomi keluarga dan negara. Senin (4/8/2025).
Namun, kondisi ini seringkali menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat: mengapa banyak perempuan bekerja? Apakah ini karena mereka tidak dinafkahi oleh suami? Dan bagaimana pandangan Islam terhadap perempuan yang bekerja?
1. Kebutuhan Ekonomi Salah satu alasan utama perempuan bekerja adalah karena tuntutan ekonomi keluarga. Kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan anak, hingga cicilan rumah dan kendaraan, membuat banyak keluarga memerlukan dua sumber penghasilan.
2. Ketidakhadiran atau Ketidakmampuan Suami Dalam sebagian kasus, suami tidak mampu memberikan nafkah secara layak karena pengangguran, sakit, keterbatasan fisik, atau upah yang tidak mencukupi. Bahkan dalam beberapa kasus ekstrem, suami justru menggantungkan hidup pada istrinya.
3. Pilihan Pribadi dan Kemandirian Sebagian perempuan memilih bekerja bukan karena keterpaksaan, melainkan sebagai ekspresi kemandirian, aktualisasi diri, dan kontribusi pada masyarakat.
4. Perubahan Sosial dan Pendidikan Meningkatnya pendidikan perempuan secara signifikan juga mempengaruhi peran mereka di dunia kerja. Data BPS menunjukkan bahwa partisipasi kerja perempuan Indonesia terus meningkat, mencapai sekitar 55% pada tahun 2024.
Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, asalkan memenuhi beberapa syarat dan tidak melanggar nilai-nilai syariat.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis
* Surah At-Taubah ayat 105: "Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu..." Ayat ini menunjukkan dorongan bagi setiap Muslim, termasuk perempuan, untuk bekerja selama itu dalam kebaikan.
* Kisah Ummul Mukminin Khadijah: Istri pertama Rasulullah SAW, Khadijah RA, adalah seorang saudagar sukses. Rasulullah tidak melarangnya bekerja, bahkan beliau turut berdagang atas nama Khadijah. Ini adalah bukti nyata bahwa Islam membolehkan perempuan bekerja, bahkan dalam dunia bisnis.
* Hadis Riwayat Al-Bukhari: “Aku melihat para wanita Anshar, mereka tidak merasa malu untuk belajar agama.” Ini menunjukkan bahwa perempuan dianjurkan untuk aktif di ruang publik, termasuk menuntut ilmu dan bekerja, selama menjaga kehormatan dan batas syar’i.
Syarat Perempuan Bekerja dalam Islam
Menurut banyak ulama, di antaranya Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Wahbah Zuhaili, perempuan boleh bekerja dengan syarat:
1. Pekerjaan itu halal dan layak bagi perempuan.
2. Tidak menelantarkan kewajiban utama sebagai istri dan ibu.
3. Menjaga aurat dan kehormatan di tempat kerja.
4. Tidak bercampur-baur secara bebas dengan lawan jenis (ikhtilat) tanpa batas.
Bagaimana Jika Suami Tidak Menafkahi?
Dalam Islam, nafkah adalah kewajiban suami terhadap istri dan anak-anaknya. Hal ini ditegaskan dalam:
* QS. Al-Baqarah ayat 233: "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang patut..."
Jika suami tidak memberikan nafkah tanpa uzur yang sah, istri boleh menuntut cerai (khulu') atau meminta pengadilan menjatuhkan putusan fasakh nikah.
Namun, banyak perempuan yang memilih tetap bertahan demi anak-anak atau karena alasan sosial, dan mengambil alih peran pencari nafkah—meski secara syariat itu bukan kewajiban mereka.
Dr. Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menegaskan bahwa bekerja bagi perempuan adalah mubah(boleh), bahkan bisa menjadi wajib jika tidak ada orang lain yang bisa menafkahi.
Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Al-Mar’ah fi Al-Islam juga menyatakan "Islam tidak melarang perempuan bekerja selama dia menjaga kehormatan dan tidak melalaikan kewajiban sebagai istri dan ibu."
Editor : Abdul Kadir
Artikel Terkait