SUNGGUMINASA, iNews.id - Di balik senyum sederhana seorang guru honorer, tersimpan kegelisahan yang sulit disembunyikan.
Marni (40) tenaga pendidik yang sudah mengabdi kurang lebih 20 tahun di salah satu sekolah di Kabupaten Gowa, nyaris tak percaya ketika namanya tak lagi tercantum di database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Iya, terhapus datanya di BKN. Padahal kami sudah melakukan pendataan, semua dokumennya lengkap dan ada bukti fisiknya,” ungkapnya lirih.
Sejak proses pendaftaran PPPK dimulai, akun pendaftaran miliknya tak lagi bisa diakses. Hilangnya data itu bukan hanya soal administrasi, tapi seperti menghapus jejak pengabdian bertahun-tahun di dunia pendidikan.
Hal serupa dialami SH, honorer lainnya. Dia bahkan pernah mengikuti tes PPPK dan sempat dinyatakan “aman” oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Gowa.
“Kami sudah ikut pendataan P3K, bahkan pernah tes. Katanya yang berstatus ‘P’ sudah aman, tinggal tunggu formasi. Tapi nyatanya, datanya juga hilang,” ujarnya dengan nada kecewa.
Informasi yang mereka terima hanya sebatas kabar dari teman ke teman. Tak ada kepastian, tak ada tindak lanjut resmi.
“Kalau data yang terhapus di BKN itu harus diusut tuntas, Pak. Harus jelas siapa pelakunya,” tambah SH.
Beberapa waktu lalu, persoalan ini sempat mencuat dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Kabupaten Gowa pada Jumat 3 Oktober lalu.
Aspirasi para tenaga honorer dibawa langsung oleh LSM Gempa Indonesia, yang menyoroti tiga hal utama yakni dugaan penghapusan data guru non-ASN, tuntutan agar seluruh Honorer termasuk yang di sekolah yayasan diusulkan menjadi PPPK paruh waktu, serta desakan untuk mengusut honorer “siluman” yang tiba-tiba dinyatakan lulus PPPK.
Wakil Ketua Umum DPP Gempa Indonesia, Ari Paletteri, kala itu menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti.
“Ini bukan sekadar aspirasi, tapi jeritan hati. Kami ingin keadilan bagi para tenaga non-ASN yang sudah mengabdi bertahun-tahun namun justru terhapus dari sistem,” katanya tegas Waktu itu di DPRD Gowa.
Ditempat terpisah Ketua DPRD Gowa, Muh Ramli Rewa, turut menanggapi persoalan tersebut. Dia menilai perlu ada penelusuran serius terhadap dugaan manipulasi data yang menyebabkan sejumlah honorer kehilangan aksesnya di BKN.
“Tadi sudah disampaikan ada yang dianggap memainkan data. Kami sudah meminta Komisi IV untuk menyelidiki. Persoalan ini harus dicari tahu sumbernya,” ujarnya.
Ramli menambahkan, persoalan status honorer di Gowa memang kompleks. Banyak tenaga pendidik yang selama ini bekerja dengan status sukarela tanpa SK Bupati. Sejak 2022, status honorer resmi bahkan telah dihapus secara nasional.
“Namun tetap harus dicarikan solusi. Kami sudah minta BKPSDM untuk mengkaji jalan keluar agar mereka yang sudah lama mengabdi bisa diakomodasi menjadi PPPK paruh waktu atau skema lain,” jelasnya.
Kini, setelah RDP usai dan berita mereda, suara para guru itu kembali tenggelam dalam kesibukan birokrasi. Tapi bagi mereka, perjuangan belum selesai.
“Yang kami harapkan cuma satu: pengakuan. Kami sudah mengabdi demi generasi bangsa. Jangan biarkan nama kami hilang begitu saja,” ujar Marni dengan mata berkaca-kaca.
Di tengah ketidakpastian regulasi dan tumpukan data, ada pengabdian yang tak pernah tercatat dan mungkin, tak akan pernah terhapus dari hati mereka yang masih setia mengajar meski tanpa jaminan.
Editor : Abdul Kadir
Artikel Terkait