JAKARTA, iNewsGowa.id - Ketua Yayasan Tomanurung Sulawesi Selatan, Annar Salahuddin Sampetoding mengkritik hukuman mati yang didapatkan oleh Ferdy Sambo.
Annar Salahuddin Sampetoding mempertanyakan maksud penegak hukum memberikan hukuman mati kepada mantan Kadiv Propam tersebut.
“Bahwa betul beliau bersalah, tetapi apakah hukuman mati adalah vonis yang tepat?,” kata Annar Salahuddin, saat melakukan Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (16/3/2023) Pagi.
Menurutnya Vonis mati terhadap Ferdy Sambo sangatlah berlebihan, Ia berpendapat apa yang diperbuat Ferdy Sambo dengan menghabisi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) adalah upaya untuk menjaga martabat keluarganya.
"Ini soal prinsip 'Siri Na Pacce' yang terkandung dalam kebudayaan Sulawesi Selatan, khususnya suku Toraja, Makassar, Bugis," ujarnya.
"Siapa pun bisa saja melakukan tindakan apa pun untuk membela harkat dan martabat keluarga dan pribadinya tersebut,yang harus dilakukan sendiri tanpa terwakilkan,” lanjutnya.
Annar juga menilai, keputusan dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanyalah bentuk untuk memuaskan keinginan rakyat Indonesia.
Bahkan, ia juga menyayangkan sikap para hakim yang tidak melihat sisi positif dari suami Putri Candrawathi ini.
Tidak hanya itu, Anhar juga menyayangkan sikap masyarakat yang menurutnya kejam, tanpa memperhatikan anak Ferdy Sambo yang masih berusia dibawah umur.
“Penghakiman sosial oleh masyarakat ini jauh lebih dahsyat dari hukuman fisik karena menyentuh jantung jiwa dan spirit keluarga, terutama anak-anak yang terbilang masih kecil dan pasti sangat tergoncang atas cemoohan, cibiran, dan cacian dari masyarakat,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu pula, Annar mengaku sangat terpukul atas kasus Ferdy Sambo.
"Itu membuat kami semua terpukul amat sangat dalam,” tutupnya.
Sebagai informasi, berdasarkan keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ferdy Sambo terbukti berperan sebagai otak dari pembunuhan Brigadir J dan diganjar dengan hukuman mati.
Sedangkan Putri Candrawathi mendapatkan hukuman 20 tahun penjara, Bharada Eliezer 1 tahun 6 bulan penjara, Bripka Ricky Rizal 13 tahun, dan Kuat Ma’ruf 15 tahun.
Editor : Revin