get app
inews
Aa Text
Read Next : Kisah Persaingan Jenderal M Yusuf Panglima Para Prajurit dan Jenderal Intel LB Moerdani

Kisah Jenderal M Jusuf Panggil Sjafrie Sjamsoeddin Minta Diantar ke Taman Makam Pahlawan Kalibata

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 14:13 WIB
header img
Mendiang Jenderal TNI M Jusuf saat mengunjungi pasukan yang bertugas di daerah. Foto: Dok

 JAKARTA, iNewsGowa.id - Pada September 2003, telepon genggam Mayor Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin berdering saat ia baru saja turun dari pesawat Hercules C-130 di Aceh.

Ajudan Sjafrie buru-buru menyodorkan ponsel itu, memberitahunya bahwa yang menelepon adalah mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) M Jusuf.

Sjafrie, yang saat itu menjabat Kepala Pusat Penerangan TNI, merasa ragu. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya suara di seberang terdengar jelas. "Halo, Generaal Sjafrie," sapa suara itu. Sapaan "Generaal" dalam bahasa Belanda membuat Sjafrie tersentak. Ia tahu, hanya orang-orang terdekat dan terhormat yang menyapanya seperti itu, dan ia kenal betul suara di seberang itu.


Jenderal TNI M Jusuf saat turun tangan untuk menaklukan preman di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto: Dok

"Siap, Pak," jawab Sjafrie cepat.

Jenderal TNI M Jusuf, yang memiliki ciri khas berbicara santun dan lugas, meminta Sjafrie datang ke rumahnya. Tidak lama setelah itu, mereka bertemu di kediaman sang Jenderal di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Tanpa diduga, Jenderal Jusuf mengajak Sjafrie pergi.

"Ke Kalibata," ucapnya.

Sjafrie terkejut. "Ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pak?" tanyanya heran. Jusuf mengangguk.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Foto: Dok

 

Di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jenderal Jusuf memulai ziarahnya dengan permintaan tak terduga. "Ke kuburan bapakmu dulu," kata Jusuf pada Sjafrie. Mendiang ayah Sjafrie adalah perwira di Kodam Hasanuddin, yang pernah menjadi bawahan Jusuf saat ia menjabat sebagai Pangdam.

Setelah berdoa di makam ayah Sjafrie, perjalanan dilanjutkan ke makam Letjen TNI Ahmad Yani, lalu ke makam sahabatnya, Suparjo Roestam, dan terakhir ke makam Umar Wirahadikusumah.

Namun, Jusuf belum ingin berhenti. "Tolong ke tempatnya Panggabean," pintanya. Sjafrie ragu. Makam Jenderal Maraden Panggabean berada di sisi lain kompleks yang cukup jauh, dan ia khawatir Jusuf kelelahan. Tapi Jusuf bergeming. "Ya, kita ke sana," tegasnya.

Selama dua jam, Jenderal Jusuf berkeliling, mengunjungi para sahabatnya yang telah lebih dulu berpulang. Meski kondisi fisiknya mulai melemah, ia seolah tak peduli. Atmadji Sumarkidjo, penulis buku biografi Jusuf, menggambarkan ziarah ini sebagai firasat perpisahan, seolah sang Jenderal sudah tahu bahwa hidupnya tak akan lama lagi.

Sang Panglima yang Sederhana Berpulang

Dugaan itu menjadi kenyataan. Pada 8 September 2004, M. Jusuf meninggal dengan tenang di rumahnya di Makassar. Kepergiannya menjadi duka mendalam bagi ribuan orang, mulai dari masyarakat biasa hingga tokoh nasional. Upacara pemakaman pada 9 September menjadi lautan belasungkawa.

Ribuan pelayat datang untuk menyalatkan jenazah di Masjid Raya Al Markaz Al Islami yang ia bangun. Pemandangan ini mencerminkan betapa cintanya rakyat pada sosok yang dikenal sederhana ini. Andai saja tidak ada berita bom di Kedutaan Besar Australia pada hari itu, niscaya seluruh media akan fokus memberitakan kepergian salah satu jenderal paling dihormati tersebut.

Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panekukang, sosok Jusuf dikenang sebagai "Panglima Para Prajurit". Jauh sebelum menjadi Panglima ABRI, pria kelahiran keluarga bangsawan Bugis ini telah mengukir perjalanan panjang. Dari bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS), menjadi ajudan Kahar Muzakkar, hingga menjadi ajudan Kolonel Alex Kawilarang, tokoh di balik cikal bakal Kopassus.

Kariernya terus menanjak, hingga pada 29 Maret 1978, ia dipercaya Presiden Soeharto untuk menjadi Panglima ABRI. Selama menjabat, ia dikenal sering blusukan ke barak-barak prajurit, menyapa dan berinteraksi langsung dengan mereka. Kesederhanaan dan kepeduliannya ini meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang.

Presiden Prabowo Subianto adalah salah satunya. Dalam bukunya, ia mengenang Jusuf sebagai sosok yang mandiri dan tidak pernah merepotkan anak buahnya. "Beliau ini adalah prajurit, jenderal dan seorang panglima yang tidak ingin menyusahkan bekas anak buahnya yang sedang aktif," tulis Prabowo, "Beliau ingin mandiri, berdiri di atas kaki sendiri."

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut