MK Ubah Sistem Pemilu Serentak, Simak Penjelasannya

JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah sistem pemilu serentak dan secara tidak langsung memutuskan bahwa masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diperpanjang. Putusan ini dibacakan dalam sidang terbuka di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025), oleh sembilan hakim konstitusi.
Putusan tersebut merupakan hasil uji materi terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang diajukan oleh sejumlah pemohon yang merasa jadwal pemilu serentak lima kotak terlalu kompleks dan membebani penyelenggara maupun pemilih.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemungutan suara yang menggabungkan seluruh jenis pemilu dalam satu waktu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
1. MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pemilu nasional dan pilkada dilakukan dalam dua tahap dengan jeda waktu.
2. Pemungutan suara nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden) dilakukan terlebih dahulu.
3. Pilkada serentak (DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, Gubernur/Bupati/Wali Kota) dilakukan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 2 tahun 6 bulan setelah pemilu nasional.
4. Implikasi dari putusan ini adalah masa jabatan DPRD hasil Pemilu 2024 akan diperpanjang hingga Pilkada baru digelar, bukan berakhir setelah 5 tahun seperti biasanya.
5. MK juga menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak disesuaikan dengan pengaturan baru tersebut.
Dengan pemisahan waktu antara pemilu nasional dan pilkada, maka masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 akan melewati batas lima tahun konstitusional secara normatif, namun dibenarkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai akibat hukum dari penyesuaian sistem pemilu.
“Jadi otomatis, masa jabatan anggota DPRD akan lebih panjang dari sebelumnya agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan atau tumpang tindih jadwal pilkada,” ujar salah satu hakim konstitusi dalam pertimbangan putusan.
Sejumlah kalangan menyambut baik keputusan MK tersebut, menganggapnya sebagai langkah konstitusional untuk menyederhanakan beban pemilu dan memperkuat kualitas demokrasi.
Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran soal potensi penundaan demokrasi lokal dan pembenaran masa jabatan tanpa pemilu langsung, yang bisa berisiko memicu ketidakpuasan publik jika tidak diatur dengan transparan.
“Kalau diperpanjang, rakyat tidak ikut menentukan. Padahal pemilu adalah sarana pergantian kekuasaan yang sah,” ujar salah satu pengamat politik dari LIPI.
Putusan ini diambil oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu:
* Suhartoyo (Ketua)
* Saldi Isra
* Enny Nurbaningsih
* Anwar Usman
* Ridwan Mansyur
* Arief Hidayat
* Daniel Yusmic P. Foekh
* M. Guntur Hamzah
* Arsul Sani
Putusan dibacakan pada sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada 26 Juni 2025 pukul 14.42 WIB, dan akan segera dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Editor : Abdul Kadir