571 Ribu Rekening Bansos Terindikasi Dipakai Main Judol, Dana Rp957 Miliar Menguap

JAKARTA, iNewsGowa.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan: sebanyak 571 ribu rekening Penerima Dana Bansos (Bantuan Sosial) terindikasi digunakan untuk aktivitas Judi Online (Judol). Nilai transaksi yang tercatat mencapai hampir Rp957 Miliar, dan itu baru dari satu bank dalam kurun tahun 2024 saja.
Temuan ini memicu respons cepat dari pemerintah. Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam.
"Baru satu bank, ini cukup mengejutkan dan menjadi bahan evaluasi serius untuk penyaluran bansos triwulan ketiga. Jika terbukti dana bansos sengaja digunakan untuk judi online, maka penerimanya akan kami coret, dan bantuannya dialihkan ke masyarakat yang lebih layak," ujar Saifullah dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
Lebih lanjut, PPATK mencatat bahwa pada tahun 2025 ini jumlah pemain judi online di Indonesia sudah mencapai 8,8 juta orang. Ironisnya, sebanyak 71,6 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, yang artinya sebagian besar berasal dari kelompok ekonomi rentan—termasuk penerima bansos.
Selain itu, yang lebih mengkhawatirkan, temuan PPATK bukan hanya terbatas pada aktivitas judol. Direktur PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkap adanya indikasi keterlibatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos dalam berbagai tindak pidana serius.
"Setelah kami cocokkan NIK-nya, ditemukan penerima bansos yang juga menjadi pemain judol. Bahkan ada yang terkait tindak pidana korupsi dan lebih dari 100 NIK terindikasi terlibat dalam pendanaan terorisme," ungkap Ivan.
Sebagai respons atas melonjaknya kasus judi online, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang diketuai oleh Kemenko Polhukam Budi Gunawan. Sejauh ini, ratusan ribu situs judol telah diblokir, dan sejumlah pegawai pemerintah, termasuk dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), telah ditangkap karena diduga terlibat dalam jaringan tersebut.
Meski begitu, praktik judi online masih marak dan sulit diberantas sepenuhnya. Banyak platform terus bermunculan dengan modus dan sistem pembayaran yang semakin canggih.
Perlu diketahui, kasus ini membuka tabir kelam betapa rentannya sistem distribusi bansos terhadap penyalahgunaan. Pemerintah diharapkan tidak hanya menindak, tapi juga memperkuat sistem verifikasi, pengawasan, dan literasi digital bagi masyarakat penerima bansos agar bantuan negara benar-benar digunakan untuk kebutuhan dasar, bukan justru memperkaya industri kejahatan digital.
Editor : Revin