TAKALAR, iNews.id - Kebijakan mutasi lingkup Pemerintah Kabupaten Takalar kembali menuai sorotan. Setelah beberapa bulan lalu merotasi sejumlah pejabat eselon, kini giliran para kepala sekolah tingkat SD hingga SMP se-Kabupaten Takalar yang menjadi sasaran perombakan.
Sebanyak 138 tenaga pendidik dilantik langsung oleh Bupati Takalar, Firdaus Daeng Manye, didampingi Wakil Bupati Hengky Yasin serta sejumlah kepala OPD, di Ruang Pola Kantor Bupati Takalar, Selasa (9/12/2025) malam.
Di hadapan tamu undangan, Bupati Firdaus memuji proses seleksi dan pelaksanaan mutasi tersebut. Ia menyebut rotasi ini dilakukan secara profesional, tanpa praktik transaksional, dan bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Takalar.
Namun, suasana pelantikan berubah ketika Surat Keputusan (SK) penempatan dibacakan. Tangis pecah dari berbagai sudut ruangan, bukan karena haru, tetapi sebagai bentuk kekecewaan para kepala sekolah atas penempatan yang dinilai tidak manusiawi dan jauh dari prinsip empati terhadap tenaga pendidik.
Sejumlah kepala sekolah mengeluhkan lokasi tugas baru yang dianggap tidak rasional dan memberatkan. Ada kepala sekolah yang sebelumnya bertugas di ujung Kecamatan Polongbangkeng Utara dekat perbatasan Gowa, kini ditempatkan di Kecamatan Mangarabombang yang berbatas dengan Kabupaten Jeneponto.
Kepala sekolah perempuan pun tidak luput dari kebijakan ini. Ada di antara mereka yang berdomisili di daratan, tetapi justru ditempatkan di wilayah kepulauan.
Bukan hanya soal jarak. Para kepala sekolah berprestasi di tempat asalnya justru dipindahkan ke daerah terpencil, sementara kompetensinya dianggap tidak dipertimbangkan.
Kebijakan itu dinilai banyak pihak sebagai langkah yang “mengobok-obok” dunia pendidikan. Selain tidak mengindahkan kondisi geografis dan kebutuhan riil sekolah, mutasi ini dianggap mengabaikan prinsip rekam jejak dan kinerja kepala sekolah.
Padahal, regulasi terbaru Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 menegaskan bahwa pertimbangan kebutuhan organisasi, efektivitas layanan pendidikan, kemanusiaan, dan asas keadilan harus diutamakan dalam penataan dan pengangkatan kepala sekolah.
Beberapa kepala sekolah mengaku terkejut dengan SK yang diterimanya. Mereka menilai kebijakan mutasi ini dilakukan secara serampangan, bahkan ada yang menduga terdapat unsur balas jasa dan balas dendam dalam proses penempatannya.
Selain itu, mutasi dinilai tanpa analisis kebutuhan sehingga berdampak pada sekolah-sekolah yang kehilangan kepala sekolah berprestasi dan digantikan oleh pejabat yang belum memiliki pengalaman memadai.
“Mutasi itu biasa, tapi harus berbasis kinerja. Jangan serampangan karena bisa mengganggu stabilitas dan kualitas layanan pendidikan,” ujar salah seorang kepala sekolah yang enggan disebut namanya.
Ia menambahkan, “Kalau kepala sekolah setiap hari harus menempuh perjalanan hingga 50 kilometer atau bahkan menggunakan perahu joloro, bagaimana bisa dituntut berprestasi dan bekerja cepat?”
Kebijakan mutasi ini juga memicu reaksi keras dari sejumlah aktivis di Takalar. Mereka menilai Bupati Daeng Manye melabrak aturan pengangkatan kepala sekolah dan dinilai tidak profesional.
Mereka bahkan menyatakan tengah mengumpulkan bukti untuk melaporkan proses mutasi tersebut ke Kementerian Pendidikan.
“Seleksi calon kepala sekolah jelas tidak memenuhi Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025. Pasal 2 sampai 13 menegaskan kewenangan dinas kabupaten termasuk pemetaan kebutuhan bersama masyarakat. Tidak ada seleksi wawancara di tingkat kabupaten.” tulis salah satu akun di group Distak Takalar yang mengkritik kebijakan Bupati.
Ia menambahkan bahwa hasil seleksi administrasi seharusnya dilaporkan ke kementerian untuk dilakukan seleksi substansi, sebagaimana diatur Pasal 14.
Terpisah, Plt Kadis Pendidikan Kabupaten Takalar, Rifany, belum memberikan keterangan resmi hingga berita ini diturunkan. Pesan konfirmasi wartawan yang dikirim pada Kamis (11/12/2025) hanya bercentang satu.
Editor : Abdul Kadir
Artikel Terkait
