Ramai Dibahas! Pernikahan Dini Jadi Isu Panas Seminar Hukum di Takalar

TAKALAR, iNews.id - Isu pernikahan dini mencuat menjadi pembahasan paling hangat dalam seminar hukum perempuan dan anak yang digelar Polres Takalar di Aula Wicaksana Laghawa, Rabu (27/9/2025). Seminar ini dihadiri para kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kabupaten Takalar.
Hadir pula Kepala Bapas Makassar Suryanto, Anggota DPRD Provinsi Hj. Fadila Fahriana. Seminar ini diselenggarakan oleh LKBH Minasa Keadilan.
Ketua Umum Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Minasa Keadilan, Arsyad Sewang, mengatakan kegiatan ini dirancang agar desa sebagai garda terdepan mampu memberi edukasi langsung ke masyarakat.
“Tujuan dilaksanakannya kegiatan seminar hukum ini adalah menekan angka kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Takalar. Dengan kehadiran para kepala desa dan BPD, diharapkan mereka mampu menjadi agen edukasi ke masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Makassar, Suryanto, menilai kegiatan ini tepat untuk merespons dinamika hukum terbaru, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
“Saya pikir seminar tentang perlindungan perempuan, anak, dan kekerasan seksual ini sudah tepat. Utamanya dalam menyongsong pelaksanaan UU No. 1 Tahun 2023, dimana dimungkinkan ada pidana-pidana alternatif,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pernikahan dini yang masih sering terjadi di desa. Menurutnya, perlu ada satuan tugas khusus di tingkat desa untuk merespons cepat persoalan ini.
“Sekaitan dengan pernikahan dini, memang ini perlu edukasi terus-menerus. Makanya tadi saya menyarankan ada semacam satuan tugas yang quick response. Karena sering terjadi salah persepsi, pengantar surat izin nikah dari desa ke KUA itu dianggap persetujuan menikah. Padahal tidak. Yang menentukan boleh menikah itu KUA, sesuai aturan minimal usia 19 tahun,” tegasnya.
Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Hj. Fadila Fahriana, ikut angkat suara. Ia menyebutkan pernikahan usia dini menjadi dilema besar di Desa.
“Paling banyak permasalahan itu di desa, terutama pernikahan usia dini. Kepala desa sering berada di posisi dilematis, karena harus merespons warga tetapi ada aturan hukum yang tidak memperbolehkan. Akibatnya, banyak pasangan akhirnya tidak memiliki surat nikah resmi,” jelasnya.
Fadila menambahkan, edukasi berkelanjutan kepada masyarakat harus diperkuat melalui peran ibu-ibu dan kader PKK.
“Saya selalu edukasi masyarakat tentang pentingnya pencegahan pernikahan dini dan kekerasan. Ke depan, penting bersinergi dengan pemerintah desa, terutama kader-kader PKK, untuk sosialisasi masalah seksualitas, pernikahan, dan kekerasan,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga mendorong adanya payung hukum khusus di Takalar.
“Saya akan kawal agar Kabupaten Takalar bisa membentuk Perda tentang perlindungan perempuan dan anak. Perda seperti ini sudah ada di tingkat provinsi, tinggal bagaimana kabupaten menindaklanjutinya,” tegas Fadila.
Editor : Abdul